Masih Adanya Pasien Ditolak RS, Karena UU Kesehatan Kurang Disosialisasikan

07-03-2013 / KOMISI IX

 

 

Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning menegaskanUndang-undang tentang Kesehatan kurang disosialisasikan. Akibatnya pasien miskin selalu menjadi korban termasuk masih banyaknya kasus pasien yang ditolak rumah sakit.

Demikian ditegaskan Ribka pada acara Dialektika Demokrasi  yang mengambil tema  “ Rakyat Miskin Siapa yang Bertanggungjawab” di Press Room DPR Kamis (7/3). Selain Ribka, hadir pula Pengurus  Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)  Tulus Abadi.

Menurut Ribka, dalam peraturan perundang-undangan semua sudah diatur dengan benar. Bahkan UUD 45  pasal 28, menegaskan bahwa  setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan hidup sehat. Kemudian pasal 34 menegaskan, negara artinya pemerintah pusat hingga daerah berkewajiban menyediakan fasilitas kesehatan untuk semua rakyat.

Lebih lanjut, kata politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, UU Kesehatan secara  sangat progresif revolusioner telah mengatur bahwa Rumah Sakit tidak boleh menolak pasien, tidak boleh meminta uang di depan, tidak boleh menjual beli darah dengan dalih apapun.

Dalam UU ini juga telah diatur sanksi pidananya, tapi selama ini tidak tersosialisasi. Baru menolak pasien  saja, bisa dikenai sanksi Rp 200 juta dan penjara dua tahun. Apalagi kalau penolakan itu mengakibatkan kematian atau cacat permanen, ancaman pidananya Rp 1 miliar dan 10 tahun penjara.

Tapi rakyat tidak tahu, tidak pernah disosialisasikan. “ Yang disosialisasikan ayat tembakau yang hilang melulu. Yang progresif revolusioner tidak disosialisasikan,” ujarnya disambut tawa wartawan

Masih kata Ribka Tjiptaning, UU tentag Rumah Sakit juga menegaskan bahwa  RS tidak boleh menjadikan sumber penerimaan asli daerah (PAD). Tapi dimana-mana bahkan puskesmas saja diakal-akali dengan  kartu kuning lalu tarif Rp 8 sampai Rp 10 ribu. Kemudian,  kata Ribka, Jampersal saja yang seharusnya gratis, ternyata juga ditarik iuran dengan dalih untuk kebersihan.

Ribka Tjiptaning mengakui  karut marutnya kesehatan di Indonesia membikin dirinya i tidak bisa tidur. “ Saya menganggap, kalau masih ada satu orang rakyat Indonesia ditolak rumah sakit,  berarti masalah kesehatan masih gagal,” ia menegaskan.

Sependapat dengan Ribka, Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menegaskan bahwa rakyat miskin sakit adalah tanggungjawab negara.  Dalam konstitusi hak-hak dasar warga negara telah dijamin dengan sangat kuat, seharusnya tidak ada orang Indonesia yang mati karena ditolak rumah sakit. Di negara-negara lain tidak ada orang meninggal ditolak RS karena kemiskinannya.

Namun ujarnya, ada persoalan sistemik dari hulu hingga hilir. Dari sisi hulu, paradigma dokter pendidikannya sangat mahal minimal Rp 250 juta, apalagi spesialis bisa mencapai Rp 1 miliar. Dengan mahalnya profesi kedokteran, tidak banyak dokter yang mau ditempatkan di daerah. “ Semua dokter inginnya ditempatakan di kota-kota, apalagi dokter spesialis maunya di kota-kota besar,” katanya.

Akibatnya secara empiris ada jarak, semula profesi kedokteran sebagai pendidikan kemanusiaan dengan jiwa menolong berubah menjadi bermotif ekonomi. Karena modalnya besar lalu membuat jarak dengan pasien miskin.  Rumah Sakit sekarang juga menjadi lahan untuk mencari uang, malah diberi kewajiban untuk mendulang pendapat asli daerah (PAD).

“ Ini secara etika salah. RS dijadikan lahan untuk mencari uang, berarti membisniskan orang sakit. Di negara liberal seperti Jepang dan Amerika, tidak ada orang sakit dibisniskan untuk mencari pendapatan RS yang notabene RS pemerintah. Kalau tidak dihentikan maka skema pembiayaan kesehatan apapun akan mati suri, karena paradigma RS sudah keliru,” tandas Tulus Abadi. (mp) foto:ry/parle

BERITA TERKAIT
Netty Catat Evaluasi Program MBG: Soal Variasi Menu, Kualitas Rasa, hingga Sistem Reimburse
15-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menyampaikan pentingnya evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan Program Makan...
Virus HMPV Ditemukan di Indonesia, Komisi IX Minta Masyarakat Tak Panik
10-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan terkait ditemukannya virus Human...
Dukung MBG, Kurniasih: Sudah Ada Ekosistem dan Ahli Gizi yang Mendampingi
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyatakan dukungannya terhadap implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...
Nurhadi Tegaskan Perlunya Pengawasan Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis
07-01-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menegaskan komitmennya untuk mengawal pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang...